Kamis, 12 Januari 2012

PUISI ? Hajar bos!

Oke gan, kali ini gua pengen sedikit share tentang puisi gua nih, selain nulis artikel gua juga suka nulis lirik, cerpen, novel dan puisi. tapi menurut gua yang udah bisa di expose itu cuman artikel , puisi gua , yang lainnya belum yakin gua. oke ini dia puisi gua :


Oke gan, kali ini gua pengen sedikit share tentang puisi gua nih, selain nulis artikel gua juga suka nulis lirik, cerpen, novel dan puisi. tapi menurut gua yang udah bisa di expose itu cuman artikel , puisi gua , yang lainnya belum yakin gua. oke ini dia puisi gua :

PUISI 1

Aku layaknya hiu di laut luas..
Aku layaknya harimau di hutan buas..
Aku layaknya elang di langit lepas..
kau pikir aku sudah hebat!?
Tidak, aku masih harus bergulat.

PUISI 2

Bakpau itu seperti wanita..
Putih di luar, indahkan mata..
Bakpau itu seperti wanita..
Coklat di dalam, maniskan jiwa.
Tapi jangan anggap bakpau saja.
Yang bisa habis di makan tanpa sisa.

PUISI 3

Mawar itu merah merona ..
Melati itu penuh pesona..
Semua ingin jadi mereka.
Seakan lupa akan padi..
Yang menghasilkan nasi.
Makanan sehari - hari.

PUISI 4

Pantai bangga dengan indah pesisirnya..
Ombak bangga dengan gelombang besarnya..
Tapi tidak untuk burung camar..
Dia harus berjuang mencari ikan segar, atau mati terkapar.

PUISI 5

Kau boleh ambil peran pisau yang tajam..
Kau boleh ambil peran palu yang kejam..
Tapi semua hanya peran..
Bahkan kau takkan bisa lukai air yang menggenang..

PUISI 6

Kau mungkin beringin yang bercabang banyak..
Kau mungkin pinus yang batangnya memuncak..
tapi semua tak ada yang sempurna..
Karna kau tau?.
Masih ada gergaji tua.

PUISI 7

Disana banyak sekali kasih sayang..
Disana bertumpuk makanan..
Disana berlimpah kehangatan..
Tapi aku disini, bukan diasana..

PUISI 8

Suara gaduh terdengar jelas..
Parang, ikat pinggang .. tak luput dari darah.
Tercoreng sudah putih abu dengan merah..
Tauran,. pelajar Indonesia.

PUISI 9

Saat kau lelah berdiri..
Kursi itu kau duduki..
Saat kau mencoba tegar..
Kursi itu tempat kau bersandar.
Sekarang, semangatmu kembali.
Tapi apa ini ?
kau hanya pergi tanpa permisi,

PUISI 10

Ketika kau kehausan..
Air itu Dia ciptakan..
Ketika kau kelaparan..
Padi itu Dia tumbuhkan..
Apa lagi yang kurang ?
Hingga kau bisa berhenti mengerang!

PUISI 11

Mungkin kau kura - kura yang punya tempurung.
Mungkin kau singa yang bisa mengaung.
Atau mungkin kau monyet yang bergelantung.
Apapun itu, jangan pernah cepat senang.
Kau akan tahu maksudku, ketika sang pemburu datang.

PUISI 12

Kau boleh sembunyi di hutan.
Kau boleh tenggelam di lautan.
Tapi jangan pernah hanya diam
Melawan dunia yang kejam.

PUISI 13

Sunyi sudah menjadi teman.
Hal indah tak lagi terpikirkan.
Kesuraman tak terhindarkan
Itu semua untuk mereka.
Yang korban kan dirinya,
untuk narkoba.

PUISI 14

Kau mungkin drum yang besar dan tegar.
Kau mungkin violin yang halus dan sabar.
Atau kau gitar muda yang sedang belajar.
Tapi takan sempurna nadanya.
Jika tak bermain besama.
Hanya abstrak belaka..

PUISI 15

Mungkin kau wakil rakyat.
Mungkin kau juga pejabat.
Tapi kau bukan orang yang bijak!
Jika diam melihat rakyatmu di injak.
Ya, mungkin kau penjilat.

PUISI 16

Kau pikir enak jadi polisi.?!
Yang berdiri menunggui pendemonstrasi.
Kau pikir enak jadi polisi.?!
Yang tak pernah bebas berekspresi.
Mungkin mereka punya senjata
Tapi apa guna senjata?ketika mereka ingin ikut bicara.
Bersama kalian, mahasiswa.

PUISI 17

KAU beri aku tantangan..
KAU beri aku cobaan..
KAU memang Tuhan,.
Tapi,Aku hamba sang pejuang

PUISI 18

Seni itu nikmat..
Seperti duren dan isinya.
Seni itu melekat,.
Seperti hatiku dan hatinya.

PUISI 19

Ku tuliskan sekarang,.
kalau tidak, aku bisa menggerang.
Ku tuliskan sekarang.
Kalau tidak, hati ini takan tenang.
Sebuah puisi cinta sang pejuang.

PUISI 20

Hey derita!
Jangan berani kau datang menyapa..
Sudah cukup ujian melanda..
Pergi kau derita!Dari ujung cakrawala
Aku menyentak "Merdeka!"

PUISI 21

Di saat gelisah, makanan tak akan enak.
Di saat gelisah, tidurpun tak akan nyeyak.
Di saat gelisah, hati akan menyentak..
" Tuhan Membentak !"

PUISI 22

Ku buka mata, indah nian rasanya.
Sejuk menyerta, memang benar adanya.
Selamat pagi dunia..
Aku tertawa. hahaha.

PUISI 23

Aku benang, yang slalu terbangkan layangan.
Aku benang, yang pegang erat layangan.
Walau hanya layangan yang merekasebutkan.
Aku tetap benang.

PUISI 24

Hidup seperti sehelai benang.
Luruskan dan pasti akan panjang melintang.
Hidup seperti sehelai benang.
Yang kusut akan hilang tanpa kenangan.

PUISI 25

Jika kau melihat gelap,
Bukan berarti kau buta.
tapi,
Jika kau hanya bisa melihat terang.
Jelas kau buta.

PUISI 26

Hati sedikit guncang.
Ketika kalian datang.
Hati semakin mengerang
Ketika kalian mulai berbincang
Mungkin salah mulut ini.
Yang dari dulu tak berani.
Ungkapkan isi hati.
Kini kau bersamanya.
Aku?hanya bisa mengenangnya.

PUISI 27

Aku suka krupuk.
Dia juga suka krupuk.
Banyak yang suka krupuk,
tapi, kenapa KAU beri keripik ?
kupikir.. itu tidak menarik.
tapi KAU tahu yang terbaik.

PUISI 28

Mungkin kau kesal karena..
Matamu slalu mengantuk.
Atau kau kesal karena.
Pikiranmu yang meliuk - liuk.
Tenang..
Kantuk kesalmu akan hilang.
Saat spiritmu siap tuk berperang.

PUISI 29

Capai hati jadi suram.
Takan hilang sebelum fajar.
Resah hati jadi muram.
Takkan pernah tergambar.

PUISI 30

Jika boleh berandai.
kau ingin jadi pandai.
Jika bisa mengarang.
kau tokoh sang pejuang.
Tapi sudah kubilang.
Semua cepat hilang.
Karena semua hanya khayalan.
Takan pernah ada tindakan.

PUISI 31

Apa itu indah ?
Mungkin wanita yang merona.
Apa itu indah ?
Mungkin sekarung uang merah.
Apa itu indah ?
Mungkin pelangi di senja.
Apa itu indah?
Ketika hati mulia,
Bagaimana dengan anda?

PUISI 32

Inginku terbang bagai layang - layang.
Di hembus angin yang tenang.
Inginku berenang bagai ikan.
Di bawah arus yang bergelombang.
Walau hanya keinginan..
Tak ada salahnya di wujudkan.

PUISI 33

Jadilah seperti udara.
Yang bisa di rasakan setiap orang.
Jadilah seperti udara.
Yang berikan orang kesejukan.
Jadilah udara.
Yang mereka butuhkan.

PUISI 34

Jadilah seperti keran.
Yang slalu bantu keluarnya air.
Jadilah seperti keran.
Yang senan tiasa menjaga air.
Walau air buat keran berkarat, hingga dia akhirnya dia sekarat.
Keran masih anggap air itu "sahabat"

PUISI 35

Matahari yang panas.
Banyak yang anggap dia ganas.
Membuat orang seolah kehabisan nafas.
Membuat kulit orang seolah di remas - remas.
Siapa matahari?
mungkin kaupara mentri..
Yang hanya peduli dengan materi.
Rakyatmu?
MATI!

PUISI 36

Cermin jadi saksi..
Saat rambut ini memutih.
Cermin jadi saksi..
Saat muncul kerutan dahi.
Cermin jadi saksi.
Saat ku pakai tongkat ini.
Cermin itu?
Mata Ilahi

PUISI 37

Mungkin hidungku bersin selalu..
Mungkin hidungku beringus selalu..
Mungkin hidungku juga gatal selalu.
Walaupun slalu begitu...
Hampir setiap waktu..
Itu tetap hidungku..
Dari pada ga punya idung ? hahaha

PUISI 38

Percaya untuk teruskan.
Khianat untuk putuskan.
Seutas benang, dan gunting di tangan.

PUISI 39

Tak ada yang sesabar tempat sampah.
Setiap saat di isikan sampah dan sampah.
Belum lagi bau buruk tentangnya.
Mereka di hina dan tak di anggap.
Tapi mereka diam dan tetap tenang.
Bandingkan dengan anda..
Yang terkena sedikit genangan air hujan.. dan..
Ragunan keluar kandang.

PUISI 40

Segelas susu sapi
Ku bawa ke kamar mandi
Temaniku berimajinasi.
Hingga kudapat intisari.
Untuk puisi.
Bukan basa basi.

PUISI 41

Skenario bukan pribadi.
Dialog bukan kejujuran hati.
Materi bukan harga diri.
Masih belum mengerti?
Kau tamak hati!

PUISI 42

Kau bagai dermawan rendah hati.
Kau tampak mengasihi dan memberi.
Kau juga slalu rajakan buah hati.
Semua pikir kau dewi.
Tidak dengan ku.
Aku tak sebodoh itu.
Mungkin semua diam membisu.
Atau mungkin semua tertipu.
Tapi, tidak denganku dan puisiku.
Kau tikam kami, hanya untuk materi.
Singkat kata, kau keji !

PUISI 43

Secangkir kopi dan 2 telur mata sapi.
Melengkapi tenagaku pagi ini.
Ngantuk dan laparku pergi.
Kini, aku siap berlari.
Mengejar mimpi.

PUISI 44

Sendok mengaku nomor satu.
Sumpit tak mau kalah mengadu.
Pisau dan garpupun bersekongkol tuk maju.
Mereka beradu, memperebutkan posisi kesatu.
Kau mestinya malu!, yang hanya tidur di atas ranjang mu.

PUISI 45

Semangkok bubur ayam.
Bisa berikan kenikmatan.
Semangkok bubur ayam.
Selalu berikan kehangatan.
Semangkok bubur ayam.
Ada cinta yang tersimpan.

PUISI 46

Angin kencang mungkin hebat.
Ombak tinggi mungkin kuat.
Batu besar juga berat.
Tapi bagiku.
Kasih sayang ibu yang terdahsyat.

PUISI 47

Bola di tendang masuk ke gawang.
Batu di lempar kena botak pala orang.
Yang satu ini bukan guyonan.
Hanya sedikit sindir hinaan.
hehehe.

PUISI 48

Pacar itu kayak cabe.
Merah, langsingnya buat ngiler.
Pacar itu kayak cabe.
Pas di makan , PEDESnya bikin goler!

PUISI 49

Ragu selalu menyerang !
DI kala kita tak punya pendirian.
Takut selalu menyerang!
Di kala kita tak punya harapan.
Galau selalu menyerang !
Di kala cinta kita hilang.
Tapi semua tak mempan !
Untuk kalian para pejuang.

PUISI 50

Mungkin masih ada ladang ranjau di depan.
Mungkin masih ada barikade tank menghadang.
Mungkin juga, masih ada musuh yang siap menyerang.
Tapi, aku tetap tenang,
Berjalan perlahan di rute impian.
Tak perlu takut ranjau, tank jika kau bisa terbang.
Itu fakta bukan khayalan.
Jika kau ingin menang, jadikan musuh menjadi kawan.

PUISI 51

Sepanjang jalan tol cikarang.
Sedalam sungai musi palembang
Seindah Pegunungan tangkuban.
Begitu juga dengan impianku sekarang.
Yang hanya ingin melompat setinggi kayangan.
Di lanjutkan dengan terbang menyusuri setiap sudut peradaban.

PUISI 52

Sunyi muak dengan keramaian.
Tenang muak dengan kebisingan.
Cinta muak dengan kegalauan.
Cukup!
Tak ada lagi muak!
hadapi dan jalani.
Bukan lari dan bunuh diri.
Tunjukan, kau berjiwa Musashi!

PUISI 53

Terkadang seindah kunang - kunang.
Terkadang serajin berang - berang.
Terkadang sesigap prajurit perang.
Tapi terkadang menjelma parang tajam.
Hingga tak bisa kau tebak.
Apakah malaikat..
Atau setan sesat.
saat lidah mulai bergulat.

PUISI 54

Aku sudah hanyut di arus sungai.
Aku sudah jatuh dalam, di jurang.
Aku sudah lelah di terjang badai.
Aku sudah hilang di telan lautan.
Aku sudah terbakar di kobaran api.
Aku jugaakan mencoba mati di racuni.
Hingga tak ada lagi..
Tak ada lagi..
Rasa sakit ini.

PUISI 55

Seindah pesisir pantai bira.
Sehalus awan langit bira.
Sebersih pasir putih bira.
Seperti ada cinta yang menjelma kerang.
Dan rindu yang jaga karang.
Dari tepi pantai bira ku tuliskan.
Sebuah untaian kata.
"aku puas, terlena"

PUISI 56

Cahaya dan air hujan.
Menyinari dan membasahi.
Menghidupi dan menafkahi.
Tanpa basa basi, mereka memberi.
Berikan kesempatan dari peluang.
Tumbuhkan mimpi dari angan - angan.
Seperti kasih sayang Tuhan untuk semesta alam.

PUISI 57

Senang ketika sedih melandanya
Dilema bagai perisai cinta.
Gembira bersama, seakan luluh lantah.
Ketika tak bisa kau jaga..
Tak bisa kau jaga..
Hati wanita.
Kau buaya!

PUISI 58

Tidak ada imajinasi.
Tidak ada kreasi.
Bahkan tidak ada intisari.
Dari hari ini, hari yag kulalui.
Aku pikir, kucoba lagi nanti.
Berpuisi tak cuma hari ini.

PUISI 59

Mawar merah memang indah.
tapi,
Duri mawar tampak kejam.
Melukai siapa saja yang coba memegang.
Ini saatnya,
kau ambil keputusan.
kau pegang mawar,
atau hanya memandangnya samar.

PUISI 60

Tidak merasa miskin.
Tidak merasa kaya.
Bahkan tak pernah meraja.
Tak pernah juga mengemis.
"Kau jendral !" suara bergema.
"Kau bupati !" suara bergeming.
Dia masih diam.. dan terus berjalan.
Dengan ramah dan tenang.
Seraya tersenyum ke setiap orang.
Melewati jalan menuju pulang.
Tanpa mengharap imbalan.
Tanpa mengharap pujian.
Begitu sederhana..
Meninggalkan tahta, meninggalkan hasil jerih payah.
Dia tak menoleh sedikitpun kebelakang.
Hanya terus berjalan , menuji rumah sederhana.,
dan berkumpul dengan keluarga.
Sederhana itu ..
"Arief Wangsa"

PUISI 61

Seperti langit tanpa awan.
Seperti malam tanpa bintang.
Seperti laut tanpa gelombang.
Seperti hutan tanpa kehidupan.
Begitulah di sini aku.
Tanpa dirimu..
Terperangkap masa lalu.
"aku malu"

PUISI 62

Kau mungkin sepanjang sungai Nil.
Kau mungkin seseram sungai Amazon.
Kau mungkin sederas kali Brantas.
Atau kau mungkin sedalam Bengawan Solo.
Tapi ingat,
Semua akan hilang dengan cepat.
karna apa ?
Semua akan menuju lautan akhirat

PUISI 63

Seperti besi yang di gerogoti karat.
Seperti kayu yang di ancam rayap.
Seperti air yang di bajak minyak.
Seperti itu kau.
Yang bodoh terbelenggu masa lalu.
Yang rentan dan risau oleh masalahmu.
Kau buang - buang waktu!
Bangun dan kejar mimpimu.
Sebelum kau di makan waktu.
atau,
Sebelum kau terkubur debu.

PUISI 64

Kau seputih salju.
Tapi kau tak sejernih air.
Kau sepanas matahari.
Tapi kau tak sehangat api.
Seperti tahta yang meraja.
Tapi hanya bisa menyiksa.
rakyat jelata.
maka kau, PERCUMA

PUISI 65

Kau ingin gunung tertinggi?
Everest.
Kau ingin samudera terluas?
Pasifik.
Kau ingin gurun terbesar?
Sahara.
Kau ingin sungai terpanjang?
Nil.
Tapi jika kau ingin serpihan surga.
Indonesia.

PUISI 66

Jaan tol melintang di tanahnya.
Fly over mengisi langitnya.
Rel kereta habiskan sisanya.
Gedung tinggi penuhi lahannya
Keramayan di mana - mana.
Hingga kau takan pernah lupa.
Kau berada di "jakarta"
kota yang tetap terjaga.
Saat kau mulai menguap manja.

PUISI 67

Seperti motor yang menyalip di kemacetan.
Aku terus mencari kesempatan.
Seperti motor yang melaju kegilaan.
Aku terus menggila mengejar impian.
Meskipun motor sering jatuh di jalan.
Aku akan bangkit dan melanjutkan perjalanan.
Perjalanan yang panjang,
Akan ku selesaikan.

PUISI 68

Kau mungkin asap yang bisa bebas mengudara
Kau mungkin asap yang bisa hilang kapan saja.
Kau mungkin asap yang bisa slimuti udara.
Tapi kau tak bisa pergi leluasa.
Karna?
Kau akan lenyap di udara, tanpa sisa.

PUISI 69

Kelinci melompat kedepan.
Kepiting bergeser kesamping.
Undur-undur berjalan mundur.
Setidaknya mereka bergerak.
Kau? hanya diam terjebak.

PUISI 70

Kau cari surga di dunia
Tak kau temukan juga.
Kau cari neraka di dunia.
Tak kau temukan juga.
Hanya tempat di tengahnya.
Di situ kau berada.
"hampa"

PUISI 71

Kau hilang terhempas.
Dengan wajah memelas.
Kau hilang tergilas.
Diam dan tak bernafas.
Semua saat waktu menebas.

PUISI 72

Tersesat,hingga cemas.
Terpuruk,hingga kandas.
Terpukul, hingga lemas.
Berulang-ulang, hingga tewas.
Dan kau cuman bisa memelas.
Ataupun harap-harap cemas.
Derita ini kau buang lepas.

PUISI 73

Seimbang seperti layangan dan benang.
Awalnya meninggi mengudara berkat layangan.
Hingga kau sampai di awan dan gapai impian.
Dan jika saatnya tiba, benang tarik kembali kau ke daratan.
Untuk berbagi pengalaman tuk terobos masa depan.
Dan ketika benang sudah kusut dan layangan tak layak lagi terbang.
Setidaknya kau masih punya kenangan dan harapan.

PUISI 74

Seperti sinar matahari yang tembus celah ruang sepi.
Yang kini semakin memberi arti-arti.
Cahaya kuning mulai mengoren mati.
Kini gelap masuk menyelimuti.
Tak terasa sudah malam lagi.
Waktu berlalu tak terhenti.
Sekarang aku harus berlari.
atau,
Diam gigit jari, menunggu mati.

PUISI 75

Mungkin kau odol yang terpedas.
Mungkin kau sabun yang berbusa luas.
Mungkin kau sampo ketombe yang terganas.
Tapi untuk apa?
Kalau tak ada air dan timba.
tak ada khasiat yang kau rasa.
hanya ada kecewa.

PUISI 76

Mungkin sayang itu kamu.
Mungkin rindu itu aku.
Mungkin senang itu kamu.
Mungkin sedih itu aku.
Mungkin gelisah itu kamu.
Mungkin yakin itu aku.
Tapi kalau cinta itu.
aku dan kamu.

PUISI 77

Coba keluar cari jalan.
Ternyata pintu tak bisa di buka.
Coba diam dan renungkan.
Ternyata tertidur dan aku tak suka.
hanya ada hampa dan hampa.

PUISI 78

Diam dan mengenang.
Lanjutkan dan siapkan.
Hanya 2 pilihan.
Sekarang,.. atau , kau di lupakan.

PUISI 79

Termanjakan oleh harta.
Terbelai-belai oleh wanita.
Terhormatkan bagai raja.
Terkuatkan bagai dewa.
Kenikmatan dunia ini ku harap lama.
Tapi sudah ku duga..
Ini semua fatamorgana.

PUISI 80

Di tebalnya badai pasir gurun.
Aku masih bisa melihat.
Di tingginya karang air terjun.
Aku masih bisa memanjat.
Di kencangnya pusaran topan.
Aku masih bisa menapak.
Di ganasnya pusaran lautan.
Aku masih bisa jinakan ombak.
Tapi cuman cinta, yang tak dapat ku tebak.
Hingga saat ini, aku belum merasa hebat.

PUISI 81

Kau mungkin kertas karton yang gagah.
Kau mungkin kertas kado yang mewah.
Atau kau mungkin kertas stiker yang istimewa.
Kau pikir kau yang ter "wah"?
Bahkan saat kau habis di lipat, hanya kertas origami yang selamat.
Bukan kalian yang merasa hebat dan tamak.

PUISI 82

Mungkin kau gembok yang terkuat.
Mungkin kau rantai yang terdahsyat.
Dan kau satukan di pagar besi yang tinggi nan rapat.
Sungguh sangat aman dan kuat.
Tetapi,
Kau mulai tamak.
Dan tak izinkan siapapun tuk lewat.
pada akhirnya..
Kau hanya pagar besi tua yang berkarat.

PUISI 83

Manisnya secangkir kopi susu.
Khasnya secangkir kopi luwak.
Bedanya secangkir kopi brown.
Originalnya secangkir kopi hitam.
Semua persoalan akan hilang.
Saat kopi itu mulai kau tegukan.
Bahkan, walau kau prajurit siap perang.
Sejenak kau akan terbang.
dan lupa, kau sudah di medan perang.

PUISI 84

Kopi mulai mencari teman untuk di campurkan.
Creamer pun setuju tuk di gabungkan.
Gula juga ingin tuk di satukan.
Coklat dan susu pun tak ingin di lewatkan.
Dan saat itulah,
Surga rasa dunia, tercipta.

PUISI 85

Hitammu pekat.
Panasmu kuat.
Rasamu nikmat.
Hingga tak ada lagi alasan menolak.
Saat secangkir kopi luwak mengajak.
Mulutmu, tersenyum hangat.

PUISI 86

Secangkir kopi untuk sejuta solusi.
Secangkir kopi untuk sejuta inspirasi.
Secangkir kopi untuk sejuta aksi.
Secangkir kopi untuk sejuta harapan hati.
Secangkir kopi untuk sejuta cara meraih mimpi.

PUISI 87

Secangkir kopi di pagi hari.
Secangkir lagi di sore hari.
Dan secangkir terakhir di malam hari.
Mungkin untuk kalian hanya secangkir kopi.
Tapi untukku, ini secangkir sihir tuk taklukan hari.

PUISI 88

Pergi sekarang atau diam telanjang.
Hilang sekarang atau nyata di buang.
Kau terima kenyataaan atau malu menerjang.
Itu pilihan bukan paksaan.
"Kau" yang menentukan.

PUISI 89

Kau bagai playmaker di tengah hatiku.
Yang slalu membantu mengatur hidupku.
Kau bagai bek kokoh di belakang jiwaku,
Yang slalu membantu kuatkan imanku.
Kau bagai striker tajam di depan mataku.
Uamg slalu membnantu tegakkan kepalaku yang rentan dengan malu.

PUISI 90

Mungkin aku tak sehebat Pirlo dengan umpan lambungnya.
Mungkin aku tak se tangguh De Rossi dengan benteng pertahanannya.
Mungkin aku tak secepat Cassano dengan segala rupa tekniknya.
Mungkin juga aku tak setajam Balotelli dengan sepakan kerasnya.
Tapi setikdaknya, aku bisa menikmati semua.
Ya, semua kelebihan mereka.

PUISI 91

Semua pergi ..
Semua hampa..
Semua lepas..
Semua lupa..
Hingga dia datang dan tinggal.
Dan kau sadar, ternyata tidak semua.
Masih ada cinta yang datang.
Mengisi hatimu yang rentan.
Ketika kau hampir mati dan hilang.

PUISI 92

Terkadang kau mencari sesuatu yang tak pasti.
Kau coba berlari mengakali waktu yang tak terhenti.
Tetap saja tak kau dapati.
Meski kau berjuang setengah mati.
Mungkin kau harus berhenti berlari.
Dan biarkan keajaiban datang menghampiri.

PUISI 93
Cinta tak tergambarkan.
Walau aku tahu, gambar tak terartikan.

PUISI 94

Seindah pelangi.
Sehangat matahari.
Sekuat besi.
Seaman jeruji.
Di sana jalan awal sejuta mimpi
Di sana jalan akhir tuk menepi.
Ya, dia keluarga yang kau cintai.

PUISI 95

Mungkin kau rasa kau sendiri.
Mungkin kau rasa kau akan mati.
Atau mungkin kau rasa ingin bunuh diri.
Tapi kau kini berhenti, berbuat ceroboh dan bodoh lagi.
Ketika lahir sudah sang buah hati.

PUISI 96

Apa yang kau inginkan di dunia ?
Mungkin wanita atau harta.
Apa yang kau ingin kan di dunia ?
Mungkin nyaman dan tenang.
Apa yang kau inginkan setelah pergi dari dunia ?
Mungkin kau bisa pikirkan.

PUISI 97

Dua mungkin mereka.
Tiga mungkin dia.
Tapi satu? Itu kita.

PUISI 98

Aku di sini termangu.
Melihat mereka sudah pergi jauh,
Aku di sini masih termangu.
Tak percaya mereka tinggalkan ku jauh.
Aku masih termangu..
Saat mereka sudah tak memikirkan aku,
“RUGI KU”

PUISI 99

Kau tau hampa dari cinta..
Kau tau sayang dari cinta..
Kau tau rindu dari cinta..
Tapi kau takan pernah tau, apa itu cinta..
Karna? Mereka rahasia alam semesta.

PUISI 100

Sadari sebelum hilang , atau hilang tidak di sadari.
Kau akan mengerti ketika dia pergi tanpa permisi.

PUISI 101

Saat kau pilih cinta mereka akan datang dengan suka cita.
Saat kau pilih lari mereka akan pergi dengan benci di hati.
Untuk sekarang atau nanti, semua akan membekas di hati.